Senin, 27 September 2010

Asbâbun Nuzûl Surat an-Nisâ’ (4), Ayat: 3

Asbâbun Nuzûl Surat an-Nisâ’ (4), Ayat: 3

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلا تَعُولُوا (٣)
3. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu sukai: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.




Imâm Bukhârî meriwayatkan dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (9/307):

حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيْمُ بْنُ مُوْسَى أَخْبَرَنَا هِشَامُ عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِيْ هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ أَ بِيْهِ عَنْ عَائِشَةَ: أَنَّ رَجُلاً كَانَتْ لَهُ يَتِيْمَةٌ فَنَكَحَهَا وَكَانَ لَهُ عَذْقٌ وَكَانَ يُمْسِكُهَا عَلَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ لَهَا مِنْ نَفْسِهِ شَيْءٌ فَنَزَلَتْ فِيْهِ: }وَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلا تَعُولُوا{ (٣) أَحْسَبُهُ قَالَ كَانَتْ شَرِيْكَتُهُ فِيْ ذَالِكَ اْلعَذْقِ وَ فِِيْ مَالِهِ.
“Ibrâhîm bin Mûsâ telah bercerita kepada kami (Bukhârî), katanya (Ibrâhîm bin Mûsâ): “Hisyâm telah mengabarkan kepada kami (Ibrâhîm bin Mûsâ) dari Ibnu Juraij, katanya (Ibnu Juraij): “Hisyâm bin ‘Urwah telah mengabarkan kepada saya (Ibnu Juraij) dari bapaknya (bapaknya Hisyâm bin ‘Urwah) dari ‘Âisyah: “Bahwa ada seorang lelaki yang mempunyai anak yatim (di rumahnya), lalu dia menikahinya dan dia memiliki setandan kurma yang dia tahan dari anak itu (perempuan yatim yang ia nikahi). Dan anak (Perempuan Yatim yang ia nikahi) itu tidak mempunyai bagian darinya sedikitpun, lalu turunlah:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلا تَعُولُوا (٣)
3. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu sukai: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.

“Saya (‘Âisyah) kira (Hisyâm bin Yusuf ragu-ragu) terhadap ‘Urwah yang mengatakan: “Bahwa anak (Perempuan Yatim yang ia nikahi) itu adalah sekutunya dalam memiliki setandan kurma itu, juga dalam hartanya”.


KETERANGAN:
Imâm Bukhârî juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam at-Tajrîd ash-Sharîh li Ahâdîts al-Jâmi’ ash-Shahîh karya al-Imâm Zainudin Ahmad bin ‘Abd al-Lathif az-Zabidî (Kitâb Tafsîr, Bab: 18, No. Hadis: 1730). Imâm Muslim juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li Muslimnya (18/155, dan Kitâb Tafsîr, Bab: 7, No. Hadis: 2129 versi: Mukhtashar Shahîh Muslim). Ibnu Jarîr juga meriwayatkan sebagaimana Hadis di atas dalam Jâmi’ al-Bayâni fî at-Ta’wîl al-Qurâninya (4/232). Asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam ash-Shahîh al-Musnad min Asbâb an-Nuzûlnya (Surat an-Nisâ’, Ayat: 3).








BIBLIOGRAFI

Al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârî (Imâm Bukhârî/Abû ‘Abdullâh Muhammad bin Ismâ’îl bin
Ibrâhîm bin al-Mughîrah bin Bardizbah al-Ju’fî al-Bukhârî).
Al-Jâmi’ ash-Shahîh li Muslim (Imâm Muslim/al-Imâm Abî al-Husain Muslim bin al-Haĵâj
Ibnu Muslim al-Qusyairî an-Naisâbûrî).
Ash-Shahîh al-Musnad min Asbâb an-Nuzûl (asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î).
At-Tajrîd ash-Sharîh li Ahâdîts al-Jâmi’ ash-Shahîh (az-Zabidî/al-Imâm Zainudin Ahmad bin
‘Abd al-Lathîf az-Zabidî).
Jâmi’ al-Bayâni fî at-Ta’wîl al-Qurâni (Ibnu Jarîr/Abû Ja’far ath-Thabarî Muhammad bin
Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî).
Mukhtashar Shahîh Muslim (al-Mundzirî/al-Hâfizh ‘Abd al-‘Azhîm bin ‘Abd al-Qâwî
Zakiyuddin al-Mundzirî).







Rabu, 22 September 2010

Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah(2), ayat: 272


Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah(2), ayat: 272

لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلأنْفُسِكُمْ وَمَا تُنْفِقُونَ إِلا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لا تُظْلَمُونَ (٢٧٢)
272. Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).




Ibnu Jarîr meriwayatkan dalam Jâmi’ul Bayâni Fit Ta’wîlil Qur’âninya(3/94):

“Abu Kuraib telah bercerita kepada kami(Ibnu Jarîr), katanya(Abu Kuraib): “Abû Dâwud telah bercerita kepada kami((Abu Kuraib) dari Sufyan dari Ja’far bin Iyas dari Sa’îd bin Jubair dari Ibnu ‘Abbâs, katanya(Ibnu ‘Abbâs): “dahulu mereka tidak mau memberi sebagian kecil hartanya kepada kerabat mereka dari kalangan Musyrikin, lalu turunlah:

لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلأنْفُسِكُمْ وَمَا تُنْفِقُونَ إِلا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لا تُظْلَمُونَ (٢٧٢)
272. Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).



KETERANGAN:
Kata Ibnu Jarîr: “Hadis di atas para rawinya adalah rawi shahih”. Pendapat Ibnu Jarîr juga dikuatkan kerajihannya dengan Hadis yang dinisbahkan Ibnu Katsîr dalam Tafsîr al-Qur’ân al-‘Adzîmnya(1/323) kepada: “an-Nasâ’î”. Imâm Jalâludin ash-Suyûthî juga menisbahkan dalam Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûlinya(Bab I, Surat ke-2: al-Baqarah) kepada: “an-Nasâ’î, al-Hakim, al-Bazzâr, ath-Thabrânî dan Ibnu Abî Hâtim”, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbâs. Asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î juga menisbahkan dalam ash-Shahîh al-Musnad min Asbâb an-Nuzûlnya(Surat al-Baqarah, ayat: 272) kepada: “at-Tirmidzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî dan al-Hâkim”.








BIBLIOGRAFI


Ash-Shahîh al-Musnad min Asbâb an-Nuzûl(Asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î).

Jâmi’ul Bayâni Fit Ta’wîlil Qur’âni(Ibnu Jarîr/Abu Ja’far ath-Thabarî Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin 
       Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî).

Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûli(as-Suyûthî/Imâm Jalâludin ash-Suyûthî).

Tafsîr al-Qur’ân al-‘adhîm(Ibnu Katsîr/Abû al-Fidâ-i Isma’îlu bin ‘Amr bin Katsîr al-Qurasyî ad-Dimasyqî).

Selasa, 21 September 2010

Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah(2), ayat: 267


Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah(2), ayat: 267

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَلا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (٢٦٧)
267. Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.




Imâm at-Tirmidzî meriwayatkan dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzînya (4/77):

“Telah bercerita kepada kami(at-Tirmidzî) ‘Abdullâh bin ‘Abdurrahmân, katanya (Abdullâh bin ‘Abdurrahmân): “ telah mengabarkan kepada kami(Abdullâh bin ‘Abdurrahmân) ‘Ubaidullâh bin Musa dari Israil dari as-Suddî dari Abi Malik(al-Ghifari/namanya: Ghazwan) dari al-Barra’ tentang ayat:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَلا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (٢٦٧)
267. Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

“Katanya(al-Barra’): “ayat ini turun tentang kami(kaum Anshar). Kami (kaum Anshar) adalah pemilik kebun kurma. Dan setiap orang membawa dari kurmanya sesuai kadar banyak dan sedikitnya. Ada yang membawa setandan atau dua tandan lalu menggantungkannya di Masjid. Sementara itu penghuni shuffah(pelataran Masjid/ta’mir Masjid) tidak memiliki makanan, lalu salah seorang dari mereka (Ta’mir Masjid) jika ada yang membawa setandan kurma dia(salah seorang dari Ta’mir Masjid) memukulnya dengan tongkatnya, maka berguguranlah busr(kurma yang belum matang) dan tamr(kurma matang) kemudian dia(salah seorang dari penghuni Ta’mir Masjid) memakannya. Ada juga mereka(kaum Anshar) yang termasuk dari kalangan orang-orang yang tidak menyukai kebaikan membawa setandan kurma jelek dan sangat buruk atau setandan kurma yang sudah rusak/patah, lalu menggantungnya. Maka Allah turunkan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَلا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (٢٦٧)
267. Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

“Kata beliau(al-Barra’) dalam at-Tuhfatu: “seandainya salah seorang dari kamu dihadiahkan sesuatu yang sama seperti yang dia berikan(orang yang memberikan kurma yang jelek) tentulah dia(salah seorang Ta’mir Masjid) tidak mau menerimanya kecuali dengan memicingkan mata atau malu. Katanya(orang yang memberikan kurma yang jelek): “kemudian sesudah itu salah seorang dari kami(yang membawa kurma yang jelek) mulai membawa yang baik yang ada padanya(yang ia miliki)”.




KETERANGAN:
Kata at-Tirmidzî: Hadis di atas berkualitas shahih hasan gharib. Ibnu Majah juga meriwayatkan dalam Sunan Abî Dâwudnya(1822). Ibnu Jarîr juga meriwayatkan dalam Jâmi’ul Bayâni Fit Ta’wîlil Qur’âninya(3/82). Ibnu Katsîr juga menisbakan dalam Tafsîr al-Qur’ân al-‘Adzîmnya(1/320) kepada Ibnu Abî Hâtim dan al-Hâkim(2/285) dan kata beliau(Ibnu Katsîr): “shahih menurut syarat Muslim”, dan disetujui oleh adz-Dzahabî dalam Mîzan al-I’tidalnya.








BIBLIOGRAFI

Al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzî(at-Tirmidzî/al-Imâm al-Hâfidz Abî ‘Îsâ Muhammad bin ‘Îsâ bin
       Saurah at-Tirmidzî).

Al-Mustadrak ‘Ala ash-Shahîhain(al-Hâkim/Muhammad bin ‘Abdullah Abu ‘Abdullah al-Hâkim
       an-Naisâbûrî ).

Jâmi’ul Bayâni Fit Ta’wîlil Qur’âni(Ibnu Jarîr/Abu Ja’far ath-Thabarî Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin
       Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî).

Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûli(as-Suyûthî/Imâm Jalâludin ash-Suyûthî).

Mîzan al-I’tidal(adz-Dzahabî).

Sunan Abî Dâwud(Abû Dâwud/al-Imâm al-Hâfidz al-Mushannif al-Mutqan Abî Dâwud Sulaimân Ibnu
       al-‘Asy’ats as-Sijistânî al-Azadî).

Tafsîr al-Qur’ân al-‘adhîm(Ibnu Katsîr/Abû al-Fidâ-i Isma’îlu bin ‘Amr bin Katsîr al-Qurasyî ad-Dimasyqî).

Tafsîr Ibnu Abî Hâtim(Ibnu Abî Hâtim).

Minggu, 19 September 2010

Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah(2), ayat: 256


Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah(2), ayat: 256


لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
256. Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.



Ibnu Hibbân meriwayatkan dalam Mawârid Zam’an(halaman: 427):

“Dari Ibnu Abbâs. Ibnu Abbâs berkata: “dahulu sebelum Islam datang ada seorang wanita yang anaknya selalu mati. Ia berjanji kepada dirinya sendiri, jika punya anak dan hidup akan dijadikan Yahudi. Maka ketika Bani Nadhir(salah satu kelompok Yahudi) diusir dari Madinah, anaknya berada di antara anak-anak orang Anshar, lalu berkatalah mereka: “jangan kita biarkan anak-anak kita bersama dia !”. Maka Allah menurunkan ayat ini:

لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
256. Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.



KETERANGAN:
Kata Ibnu Hibbân: “Hadis di atas berkualitas hasan shahih”. Abû Dâwud juga meriwayatkan dalam Sunan Abî Dâwudnya(3/11) sebagaimana Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibbân. At-Tirmidzî juga meriwayatkan dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzînya. dan Imâm Jalâludin ash-Suyûthî juga menisbahkan kepada at-Tirmidzî dalam Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûlinya(Bab I, Surat ke-2: al-Baqarah) sebagaimana Hadis di atas yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibbân.





Ibnu Jarîr juga meriwayatkan dalam Jâmi’ul Bayâni Fit Ta’wîlil Qur’âninya (3/24):

“Telah bercerita kepada kami(Ibnu Jarîr) Muhammad bin Basysyar, katanya(Muhammad bin Basysyar): “Ibnu Abi ‘Adi telah bercerita kepada kami(Muhammad bin Basysyar) dari Syu’bah dari Abi Bisyr dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu ‘Abbâs, katanya(Ibnu ‘Abbâs): “dahulu ada seorang wanita yang anaknya tidak pernah hidup lama. Lalu mulailah ia bernazar atas dirinya, apabila anaknya hidup akan dijadikannya Yahudi. Ketika Bani Nadhir diusir, di antara mereka terdapat anak-anak orang Anshar, merekapun berkata: “kita tidak akan membiarkan anak-anak kita”, maka Allah menurunkan firmannya:

 لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
256. Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.



KETERANGAN:
Kata Ibnu Jarîr: Hadis di atas berkualitas shahih.






BIBLIOGRAFI


Al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzî(at-Tirmidzî/al-Imâm al-Hâfidz Abî ‘Îsâ Muhammad bin ‘Îsâ bin 
       Saurah at-Tirmidzî).

Jâmi’ul Bayâni Fit Ta’wîlil Qur’âni(Ibnu Jarîr/Abu Ja’far ath-Thabarî Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin 
       Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî).

Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûli(as-Suyûthî/Imâm Jalâludin ash-Suyûthî).

Shahîh Ibnu Hibbân(Ibnu Hibbân).

Sunan Abî Dâwud(Abû Dâwud/al-Imâm al-Hâfidz al-Mushannif al-Mutqan Abî Dâwud Sulaimân Ibnu 
       al-‘Asy’ats as-Sijistânî al-Azadî).

Sabtu, 18 September 2010

Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah(2), ayat: 245


Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah(2), ayat: 245


مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (٢٤٥)
245. Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik (yaitu menafkahkan hartanya di jalan Allah). Maka Allah akan melipat gandakan pembayaran/pahala kepadanya dengan beberapa kali lipat yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.



Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbân dalam kitabnya:

“Dari Ibnu ‘Umar. Ibnu ‘Umar berkata: “ketika ayat 261, Surat al-Baqarah(2):

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (٢٦١)
261. Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.

Diturunkan, Rasulullah SAW berdoa: “ya Tuhanku, tambahkanlah kepada ummatku”. Maka Allah menurunkan ayat: 245, Surat al-Baqarah(2):

مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (٢٤٥)
245. Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik (yaitu menafkahkan hartanya di jalan Allah). Maka Allah akan melipat gandakan pembayaran/pahala kepadanya dengan beberapa kali lipat yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.


KETERANGAN:
a. Kata Ibnu Hibbân: “Hadis di atas berkualitas hasan shahih. Ibnu Abî Hâtim juga mengeluarkan dalam Tafsîr Ibnu Abî Hâtimnya sebagaimana Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibbân. Ibnu Mardawaih juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas.  Imâm Jalâludin ash-Suyûthî juga meriwayatkan dalam Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûlinya(Bab I, Surat ke-2: al-Baqarah) sebagaimana Hadis di atas yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibbân.
b. Jadi secara keseluruhan Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibbân dikuatkan kerajihannya(kekuatan Hadisnya) dengan Hadis-Hadis yang dikeluarkan oleh Ibnu Abî Hâtim, Ibnu Mardawaih dan Imâm Jalâludin ash-Suyûthî.







BIBLIOGRAFI



Ibnu Mardawaih.
Shahîh Ibnu Hibbân(Ibnu Hibbân).
Tafsîr Ibnu Abî Hâtim(Ibnu Abî Hâtim).
Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûli(as-Suyûthî/Imâm Jalâludin ash-Suyûthî).

Kamis, 16 September 2010

Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah(2), ayat: 238 (Bagian Kedua)

Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah(2), ayat: 238 (Bagian Kedua)


................................................وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ (٢٣٨)
238. “……………………… . Berdirilah karena Allah (dalam Shalatmu) dengan khusyu'.




Imâm Bukhârî meriwayatkan dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya(9/265):

“Telah bercerita kepada kami(Bukhârî) Musaddad, katanya(Musaddad): “Yahya telah bercerita kepada kami(Musaddad) dari Isma’il bin Abî Khâlid dari al-Harits bin Syubail dari Abî ‘Amr Asy Syaibanî dari Zaid bin Arqam, katanya(Zaid bin Arqam): “dahulu kami(para Sahabat) berbicara dalam shalat. Salah satu dari kami(para Sahabat) mengajak bicara saudaranya tentang keperluannya sampai turun ayat ini:
................................................وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ (٢٣٨)
238. “……………………… . Berdirilah karena Allah (dalam Shalatmu) dengan khusyu'.

“Lalu beliau(Nabi SAW) perintahkan kami untuk diam”.





KETERANGAN:
At-Tirmidzî juga meriyatkan sebagaimana Hadis di atas dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzînya(4/77). Abu Dawud juga meriwayatkan dalam Sunan Abî Dâwudnya(2/192). Imâm Ahmad bin Hanbal juga meriwayatkan dalam Musnad al-Imâm Ahmad bin Hanbal nya(4/368).








BIBLIOGRAFI




Al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârî(Imâm Bukhârî/Abî ‘Abdullâh Muhammad bin Ismâ’îl bin Ibrâhîm bin
        al-Mughîrah al-Bukhârî).

Al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzî(at-Tirmidzî/al-Imâm al-Hâfidz Abî ‘Îsâ Muhammad bin ‘Îsâ bin
        Saurah at-Tirmidzî).

Musnad al-Imâm Ahmad bin Hanbal(Imam Ahmad/Ahmad bin Hanbal Abû ‘Abdullah as-Syaibâni).

Sunan Abî Dâwud(Abû Dâwud/al-Imâm al-Hâfidz al-Mushannif al-Mutqan Abî Dâwud Sulaimân Ibnu
        al-‘Asy’ats as-Sijistânî al-Azadî).