Rabu, 24 November 2010

Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah(2), ayat: 284-286


Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah(2), ayat: 284-286

لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (٢٨٤)
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ (٢٨٥)
لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلا تُحَمِّلْنَا مَا لا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (٢٨٦)
284. Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
285. Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari Rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan Kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah Kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali."
286. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami salah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. Ma'afkanlah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir."




Imâm Muslim meriwayatkan dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li Muslimnya(2/145):

Muhammad bin Minhal adl-Dlarir dan Umayyah bin Bistham al-‘Aisyi, dan ini lafadz Umayyah, telah bercerita kepada saya(Imâm Muslim), kata keduanya(Muhammad bin Minhal adl-Dlarir dan Umayyah bin Bistham al-‘Aisyi): “Yazid bin Zurai’ telah bercerita kepada kami(Muhammad bin Minhal adl-Dlarir dan Umayyah bin Bistham al-‘Aisyi), katanya(Yazid bin Zurai’): “Rauh yaitu Ibnul Qasim telah bercerita kepada kami(Yazid bin Zurai’) dari al-‘Ala dari ayahnya(al-‘Ala) dari Abu Hurairah, katanya: “ketika turun kepada Rasulullah SAW (Surat al-Baqarah(2), ayat: 284)):
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (٢٨٤)
284. Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

“Kata Rawi(Abu Hurairah): “hal itu terasa berat bagi para Sahabat Rasulullah SAW, lalu mereka(para Sahabat Rasulullah) datang kepada Rasulullah SAW dan berlutut di atas lutut-lutut mereka seraya berkata: “Wahai Rasulullah, kami dibebani amalan yang kami sanggup mengerjakannya seperti: Shalat, Puasa, Jihad dan Sedekah. Sekarang telah diturunkan kepada anda ayat ini(Surat al-Baqarah(2), ayat: 284), dan kami tidak sanggup.”

“Rasulullah SAW bersabda: “Apakah kamu ingin mengucapkan apa yang sudah diucapkan kedua golongan ahli kitab(Yahudi dan Nasrani) sebelum kamu; “kami dengar dan kami durhakai?” Bahkan hendaklah kamu katakan: “kami dengar dan kami taati, ampunilah kami ya Rabb kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali.”

“Mereka(para Sahabat Rasulullah)pun mengatakan: “kami dengar dan kami taati, ampunilah kami ya Rabb kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali.”

“Ketika mereka membacanya(maksudnya membaca ayat: kami dengar dan kami taati, ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali), lisan mereka(para Sahabat Rasulullah)pun terbiasa mengucapkannya, maka Allah turunkan sesudah itu (Surat al-Baqarah(2), ayat: 285):
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ (٢٨٥)
285. Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari Rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan Kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah Kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali."

“Mereka(para Sahabat Rasulullah) berdoa: “Ampunilah kami ya Rabb kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali”, sesudah mereka melaksanakannya(maksudnya: melaksanakan perintah Surat al-Baqarah(2), ayat: 285), kemudian Allah SWT menghapusnya(maksudnya: menasakh Surat al-Baqarah(2), ayat: 285), dan menurunkan(Surat al-Baqarah(2), ayat: 286):
لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلا تُحَمِّلْنَا مَا لا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (٢٨٦)
286. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami salah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. Ma'afkanlah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir."

“Mereka(para Sahabat Rasulullah) berdoa: “Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah”.

“Allah SWT berfirman: “Ya”.

“Mereka(para Sahabat Rasulullah) berdoa pula:
.........رَبَّنَا وَلا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا.........
…………. “Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami………………….

“Dia(Allah SWT) berfirman: “Ya”.

“Mereka(para Sahabat Rasulullah) berdoa pula:
............رَبَّنَا وَلا تُحَمِّلْنَا مَا لا طَاقَةَ لَنَا بِهِ.................
………………. “Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya……………………….

“Dia(Allah SWT) berfirman: “Ya”.

“Mereka(para Sahabat Rasulullah) berdoa pula:
....................وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
…………………. “Ma'afkanlah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir."

Allah SWT berfirman: “Ya”.





KETERANGAN:
Imâm Muslim juga meriwayatkan semisal Hadis di atas dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li Muslimnya(2/146) melalui jalur Ibnu ‘Abbas. Imâm Ahmad bin Hanbal juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Musnad al-Imâm Ahmad bin Hanbal nya(2/412). Ibnu Jarîr juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Jâmi’ul Bayâni Fit Ta’wîlil Qur’âninya(3/143). Imâm al-Baihaqî juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam Syu’abul Imannya(1/221). Imâm Jalâludin ash-Suyûthî juga menisbahkan dalam Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûlinya(Juz. 3, 2/al-Baqarah)  kepada: Imâm Muslim melalui dua jalur yaitu: jalur Abu Hurairah dan jalur Ibnu ‘Abbas.  Kemudian ia(Imâm Jalâludin ash-Suyûthî) menisbahkan pula kepada Imâm Ahmad bin Hanbal melalui jalur Abu Hurairah. 









BIBLIOGRAFI

Al-Jâmi’ ash-Shahîh li Muslim( Imâm Muslim/al-Imâm Abî al-Husain Muslim bin al-
            Haĵâj Ibnu Muslim al-Qusyairî an-Naisâbûrî).

Jâmi’ul Bayâni Fit Ta’wîlil Qur’âni(Ibnu Jarîr/Abu Ja’far ath-Thabarî Muhammad bin
Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî).

Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûli(as-Suyûthî/Imâm Jalâludin ash-Suyûthî).

Musnad al-Imâm Ahmad bin Hanbal(Imam Ahmad/Ahmad bin Hanbal Abû ‘Abdullah
as-Syaibâni).

Syu’abul Iman(Imâm al-Baihaqî).





Senin, 22 November 2010

Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah(2), ayat: 278-279


Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah(2), ayat: 278-279

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (٢٧٨)
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ (٢٧٩)
278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.




Imâm Jalâludin ash-Suyûthî mengeluarkan dalam Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûlinya(Juz. 3, 2/al-Baqarah) dengan menisbahkan kepada Abu Ya’la dan Ibnu Mundzir:

Dikemukakan oleh Abu Ya’la di dalam Musnadnya dan Ibnu Mundzir yang bersumber dari al-Kalbi dari Abi Shalih dari Ibni ‘Abbas. Ibnu ‘Abbas berkata: “bahwa ayat ini diturunkan mengenai Bani ‘Amer bin ‘Auf dari Saqif dan Banul Mughirah. Banul Mughirah kepada Gubernur Makkah sesudah Fathul Makkah, yaitu: ‘Attab bin Usaid mengenai hutang-hutang yang ber-riba sebelum ada penghapusan hukum riba, kepada Bani ‘Amer bin ‘Auf  itu. Setelah kedua suku itu datang menghadap ‘Attab bin Usaid, berkatalah Banul Mughirah: “di antara kami ada manusia yang paling celaka dengan terhapusnya hukum riba. Kami dituntut membayar riba oleh orang lain, sedang kami tidak mau menerima riba sebab mentaati hukum penghapusan riba”. Lalu berkatalah Banu ‘Amer: “kami minta penyelesaian atas tuntutan(tagihan) riba kami”. Maka ‘Attab menulis surat kepada Rasulullah SAW mengenai hal itu, maka turunlah ayat ini:
  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (٢٧٨)
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ (٢٧٩)
278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.





Imâm Jalâludin ash-Suyûthî mengeluarkan dalam Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûlinya(Juz. 3, 2/al-Baqarah) dengan menisbahkan kepada Ibnu Jarîr:

Dikemukakan oleh Ibnu Jarîr yang bersumber dari ‘Ikrimah. ‘Ikrimah berkata: “turunnya ayat ini mengenai suku Tsaqif, di antaranya ialah: Mas’ud, Hubaib, Rabi’ah dan Abdu Yalail, mereka adalah Banu ‘Amer dan Banu ‘Umair”.


KETERANGAN:
Kata Imâm Jalâludin ash-Suyûthî: “kedua Hadis yang ia keluarkan di atas berkualitas Hasan Shahih”.








BIBLIOGRAFI

Jâmi’ul Bayâni Fit Ta’wîlil Qur’âni(Ibnu Jarîr/Abu Ja’far ath-Thabarî Muhammad bin
Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî).

Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûli(as-Suyûthî/Imâm Jalâludin ash-Suyûthî).

Musnad Abu Ya’la(Abu Ya’la).

Tafsîr Ibnul Mundzîr(Ibnul Mundzîr).


Senin, 15 November 2010

Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah(2), ayat: 274


Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah(2), ayat: 274


الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ (٢٧٤)
274. Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.




Imâm Jalâludin ash-Suyûthî mengeluarkan dalam Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûlinya(Juz. 3, 2/al-Baqarah) dengan menisbahkan kepada Ibnul Mundzir:

“Dikemukakan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari Ibnul Musayyab. Ibnul Musayyab berkata: “ayat ini diturunkan mengenai ‘Abdirrohman bin ‘Auf dan ‘Usman bin ‘Affan yang memberikan infaq kepada “Jaisul Usrah”(pasukan perang yang dibentuk pada masa paceklik) untuk melaksanakan perintah perang Tabuk”.



KETERANGAN:
Kata Imâm Jalâludin ash-Suyûthî: “Hadis yang ia keluarkan berkualitas Hasan”.






BIBLIOGRAFI

Ibnul Mundzir.
Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûli(as-Suyûthî/Imâm Jalâludin ash-Suyûthî).



Rabu, 10 November 2010

ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN


ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN


  1. Pendahuluan
Memasuki abad kedua puluh masehi, keadaan dunia ditandai oleh kemajuan yang dicapai barat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dengan segala implikasinya, yaitu berupa penjajahan mereka atas dunia Islam. Negara-negara yang dahulu masuk ke dalam hegemoni Islam seperti: Spanyol, India, Sisilia dan sebagainya sudah mulai melepaskan diri dari Islam dan dan berdiri sendiri sebagai Negara yang sepenuhnya berada di luar ideologi Islam. Demikian pula Negara-negara yang secara ideologis sepenuhnya dikuasai Islam juga sudah banyak yang menjadi jajahan bangsa-bangsa lain. Negara-negara tersebut antara lain Mesir, Turki, Malaysia, dan Indonesia.
Dikalangan umat Islam timbullah tiga sikap menghadapi keterbelakangan dalam bidang ilmu pengetahuan tersebut sebagai berikut:
1.      Asumsi pertama yaitu: bahwa ilmu pengetahuan yang berasal dari barat dianggap sebagai ilmu pengetahuan yang sekuler. Oleh karena itu ilmu tersebut harus ditolak. Untuk membawa kemajuan Islam adalah dengan kembali pada al-Quran dan as-Sunnah serta warisan Islam di zaman klasik.
2.      Asumsi kedua yaitu: bahwa ilmu pengetahuan yang berasal dari barat dianggap sebagai ilmu pengetahuan yang netral. Oleh karena itu ilmu tersebut harus diterima apa adanya tanpa disertai rasa curiga dan sebagainya.
3.      Asumsi ketiga yaitu: bahwa ilmu pengetahuan yang berasal dari barat adalah ilmu pengetahuan yang sekuler dan materialisme. Namun dapat diterima oleh umat Islam dengan terlebih dahulu dilakukan proses islamisasi.
 

  1. Berbagai Pendapat Tentang Islamisasi Ilmu Pengetahuan
  1. Pendapat yang kontra dengan islamisasi ilmu pengetahuan di antaranya:
·  Dr. Mohammad Arkoun(seorang guru besar Islamic Studies pada Universitas Sorbon Perancis).
Dr. Mohammad Arkoun mengatakan bahwa: keinginan dari para cendekiawan Muslim untuk melakukan islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi adalah merupakan kesalahan, sebab hal ini dapat menjebak kita pada pendekatan yang mengaggap Islam hanya semata-mata sebagai ideologi.[1] 
·  Usep Fathuddin.
Usep Fatahudin mengatakan: hemat saya islamisasi ilmu bukanlah kerja ilmiah, apalagi kerja kreatif. Sebab yang dibutuhkan umat dan para cendekiawannya adalah menguasai dan mengembangkan ilmu. Islamisasi ilmu hanyalah “kerja kreatif” atas karya orang saja. Sampai tingkat tertentu, tak ubahnya pekerja di pinggir jalan. Manakala orang atau seorang ilmuwan berhasil menciptakan atau mengembangkan ilmu, maka sebagian kecil orang Islam akan mencoba “menangkap” dan berusaha mengislamkannya.[2]

  1. Pendapat yang pro dengan islamisasi ilmu pengetahuan di antaranya:
§   Mulyanto
Mulyanto mengatakan: ilmu pengetahuan adalah bebas nilai. Islamisasi ilmu pengetahuan tak lain dari proses pengembalian atau pemurnian ilmu pengetahuan pada prinsip-prinsip yang hakiki, yakni: Tauhid, Kesatuan makna kebenaran, dan kesatuan ilmu pengetahuan.[3] 
§   Haidar Bagir
Haidar Bagir beralasan dengan tiga argumentasi:
o Umat Islam butuh sebuah sistem sains yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan materialnya dan spritualnya.
o Secara sosiologis, umat Islam yang tinggal di wilayah geografis dan memiliki kebudayaan yang berbeda dari Barat-tempat sains modern dikembangkan-jelas butuh sistem yang berbeda pula, karena sains Barat diciptakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya sendiri.
o Umat Islam pernah memiliki peradaban islami di mana sains berkembang sesuai dengan nilai dan kebutuhan-kebutuhan umat Islam. Jadi sebetulnya, jika syarat-syarat untuk itu mampu dipenuhi, kita punya alasan untuk berharap menciptakan kembali sebuah sains Islam dalam peradaban yang islami pula.
    



  1. Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Islamisasi ilmu pengetahuan dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya:
    1. menjadikan Islam sebagai landasan penggunaan ilmu pengetahuan(aksiologi), tanpa mempermasalahkan aspek ontologis dan epistemologi ilmu pengetahuan tersebut. Dengan kata lain ilmu pengetahuan dan teknologinya tidak dipermasalahkan. Yang dipermasalahkan adalah orang yang mempergunakannya. Sehingga cara yang pertama ini berpandangan bahwa: ilmu pengetahuan dan teknologi dalam arti produknya adalah netral.[4]
    2. Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dilakukakan dengan cara memasukkan nilai-nilai islami ke dalam konsep ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Asumsi dasarnya adalah: ilmu pengetahuan tersebut tidak netral, melainkan penuh muatan nilai-nilai yang dimasukkan oleh orang yang merancangnya. Dengan demikian islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi harus dilakukan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri.[5]
    3. Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui konsep Tauhid dalam arti seluas-luasnya. Tauhid bukan hanya dipahami secara teo-sentris yaitu: mempercayai dan meyakini adanya Tuhan dengan segala sifat kesempurnaan yang dimiliki-Nya, serta jauh dari sifat-sifat yang tidak sempurna, melainkan Tauhid bahwa antara manusia dengan manusia lain, manusia dengan alam, dan manusia dengan segenap ciptaan Tuhan lainnya adalah merupakan satu kesatuan yang saling membutuhkan dan saling mempengaruhi, dan semuanya itu merupakan wujud tanda kekuasaan dan kebesaran Tuhan.
    4. Islamisasi ilmu pengetahuan dapat pula dilakukan melalui inisiatif pribadi melalui proses pendidikan yang diberikan secara berjenjang dan berkesinambungan.
    5. Islamisasi ilmu pengetahuan juga dapat dilakukan dengan cara melakukan integrasi antara dua paradigma agama dan ilmu yang seolah-olah memperlihatkan perbedaan. Pandangan ini antara lain terlihat pada pemikiran Usep Fathuddin.
Dengan berbagai cara islamisasi pengetahuan dan teknologi di atas, maka islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi harus pula dilakukan dengan mensinergikan pendekatan agama dan umum dengan uraian sebagai berikut:
1.      Kebenaran ilmu itu relatif, sedangkan agama bersifat absolut.
2.      Ilmu pengetahuan bersifat immanent dan spekulatif, sedangkan agama bersifat transendental dan pasti juga adalah benar dan tidak perlu dipertentangkan.
3.      Ilmu pengetahuan bersifat tidak pasti, sedangkan agama adalah pasti, dan menunjukkan bahwa manusia terbatas kemampuannya.
4.      Ilmu pengetahuan melihat segala sesuatu secara objektif(bagaimana adanya), sedangkan agama melihat sesuatu secara normatif(bagaimana seharusnya) dan juga bukan hal yang perlu dipertentangkan.
5.      Ilmu pengetahuan melihat problematika dan solusinya berdasarkan rasio manusia, sedangkan agama melihatnya melalui petunjuk Tuhan, dan juga bukan hal yang perlu pertentangkan.
6.      Ilmu pengetahuan berbicara yang empiris, sedangkan agama berbicara yang gaib, dan juga tidak ada pertentangan.

       
  1. Penutup
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa islamisasi ilmu pengetahuan pada hakikatnya adalah: suatu upaya untuk mentransformasikan niali-nilai keislaman ke dalam berbagai bidang kehidupan manusia, khususnya ilmu pengetahuan. Dengan islamisasi ilmu pengetahuan dapat diketahui dengan jelas, bahwa Islam bukan hanya mengatur segi-segi ritualitas dalam arti: Salat, Puasa, Zakat, dan Haji, melainkan sebuah ajaran yang mengintegrasikan segi-segi kehidupan duniawi, termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi. di tengah-tengah masyarakat yang masih dilanda krisis dalam berbagai bidang kehidupan seperti sekarang ini, islamisasi ilmu pengetahuan semakin dipandang relevan daya antisipatifnya.


[1] Muslih Usa(ed), Pendidikan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1991), cet. I, hlm. 5.
[2] Usep Fathuddin, Perlukah Islamisasi Ilmu? Dalam Moeflih Hasbullah (ed.), Gagasan dan Perdebatan Islamsasi Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Pustaka Cidesindo, 2000), hlm. 51.
[3] Mulyanto, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, dalam Moeflich Hasbullah, Gagasan dan Perdebatan Islamisasi Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Pustaka Cidesindo, 2000), cet.I, hlm. 17 dan 27.
[4] Mulyanto, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, dalam Moeflich Hasbullah (ed.), Gagasan dan Perdebatan Islamisasi Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Pustaka Cidesindo, 2000), hlm. 17-18.
[5] CERPEN di sebuah Surat Kabar, Sutjipto Wirosardjono mengangkat tema tentang konsep ekonomi yang tidak netral.

Jumat, 05 November 2010

Peringkat-Peringkat Ukhuwah:


Peringkat-Peringkat Ukhuwah:


1. Ta’aruf adalah saling mengenal sesama manusia. Saling mengenal antara kaum muslimin merupakan wujud nyata ketaatan kepada perintah Allah SWT (Q.S. Al Hujurat: 13)
2. Tafahum adalah saling memahami. Hendaknya seorang muslim memperhatikan keadaan saudaranya agar bisa bersegera memberikan pertolongan sebelum saudaranya meminta, karena pertolongan merupakan salah satu hak saudaranya yang harus ia tunaikan. Abu Hurairah r.a., dari Nabi Muhammad saw., beliau bersabda, “Barangsiapa menghilangkan kesusahan seorang muslim, niscaya Allah akan menghilangkan satu kesusahannya di hari kiamat. Barang siapa menutupi aib di hari kiamat. Allah selalu menolong seorang hamba selama dia menolong saudaranya.” (H.R. Muslim)
3. Ta’awun adalah saling bekerja sama dan membantu tentu saja dalam kebaikan dan meninggalkan kemungkaran
4. Takaful, adalah saling menanggung kesulitan yang dialami saudaranya

Hal-hal yang menguatkan ukhuwah islamiyah:
1. Memberitahukan kecintaan kepada yang kita cintai. Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda: “ Ada seseorang berada di samping Rasulullah lalu salah seorang sahabat berlalu di depannya. Orang yang disamping Rasulullah tadi berkata: ‘Aku mencintai dia, ya Rasulullah.’ Lalu Nabi menjawab: ‘Apakah kamu telah memberitahukan kepadanya?’ Orang tersebut menjawab: ‘Belum.’ Kemudian Rasulullah bersabda: ‘Beritahukan kepadanya.’ Lalu orang tersebut memberitahukan kepadanya seraya berkata: ‘ Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah.’ Kemudian orang yang dicintai itu menjawab: ‘Semoga Allah mencintaimu karena engkau mencintaiku karena-Nya.”
2. Memohon didoakan bila berpisah “Tidak seorang hamba mukmin berdo’a untuk saudaranya dari kejauhan melainkan malaikat berkata: ‘Dan bagimu juga seperti itu” (H.R. Muslim)
3. Menunjukkan kegembiraan dan senyuman bila berjumpa “Janganlah engkau meremehkan kebaikan (apa saja yang datang dari saudaramu), dan jika kamu berjumpa dengan saudaramu maka berikan dia senyum kegembiraan.” (H.R. Muslim)
4. Berjabat tangan bila berjumpa (kecuali non muhrim) “Tidak ada dua orang mukmin yang berjumpa lalu berjabatan tangan melainkan keduanya diampuni dosanya sebelum berpisah.” (H.R Abu Daud dari Barra’)
5. Sering bersilaturahmi (mengunjungi saudara)
6. Memberikan hadiah pada waktu-waktu tertentu
7. Memperhatikan saudaranya dan membantu keperluannya
8. Memenuhi hak ukhuwah saudaranya
9. Mengucapkan selamat berkenaan dengan saat-saat keberhasilan

Kamis, 04 November 2010

Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah(2), ayat: 257


Asbâbun Nuzûl Surat al-Baqarah(2), ayat: 257

اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (٢٥٧)

257. Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan(kekafiran) kepada cahaya(iman). dan orang-orang yang Kafir, pelindung-pelindungnya ialah Syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya(iman) kepada kegelapan(kekafiran). mereka itu adalah penghuni Neraka; mereka kekal di dalamnya.




Imâm Jalâludin ash-Suyûthî mengeluarkan dalam Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûlinya(Juz. 2, 2/al-Baqarah) dengan menisbahkan kepada Ibnu Jarîr dalam Jâmi’ul Bayâni Fit Ta’wîlil Qur’âninya:

“dikemukakan oleh Ibnu Jarîr yang bersumber dari ‘Abdab bin Abi Lubabah mengenai ayat:

اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (٢٥٧)
257. Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan(kekafiran) kepada cahaya(iman). dan orang-orang yang Kafir, pelindung-pelindungnya ialah Syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya(iman) kepada kegelapan(kekafiran). mereka itu adalah penghuni Neraka; mereka kekal di dalamnya.

“’Abdab bin Abi Lubabah berkata: “mereka adalah orang-orang yang beriman kepada Nabi Isa. Lalu ketika Nabi Muhammad SAW datang sebagai utusan Allah, mereka beriman kepadanya(Nabi Muhammad SAW). dan ayat ini ialah berkenaan dengan mereka”.





Imâm Jalâludin ash-Suyûthî mengeluarkan dalam Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûlinya(Juz. 2, 2/al-Baqarah) dengan menisbahkan kepada Ibnu Jarîr dalam Jâmi’ul Bayâni Fit Ta’wîlil Qur’âninya:

“dikemukakan pula oleh Ibnu Jarîr yang bersumber dari Mujâhid. Mujâhid berkata: “dahulu ada kaum yang beriman kepada Nabi Isa dan ada pula yang kafir kepadanya(Nabi Isa). Lalu ketika Nabi SAW datang sebagai utusan Allah, mereka yang tadinya kafir kepada Nabi Isa menjadi beriman kepada Nabi Muhammad SAW. Sedangkan mereka yang tadinya beriman kepada Nabi Isa lalu menjadi kafir kepada Nabi Muhammad SAW”. maka Allah menurunkan ayat ini:

اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (٢٥٧)
257. Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan(kekafiran) kepada cahaya(iman). dan orang-orang yang Kafir, pelindung-pelindungnya ialah Syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya(iman) kepada kegelapan(kekafiran). mereka itu adalah penghuni Neraka; mereka kekal di dalamnya.



KETERANGAN:
Kata Imâm Jalâludin ash-Suyûthî: “kedua Hadis yang ia keluarkan berkualitas Hasan”.






BIBLIOGRAFI

Jâmi’ul Bayâni Fit Ta’wîlil Qur’âni(Ibnu Jarîr/Abu Ja’far ath-Thabarî Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî).

Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûli(as-Suyûthî/Imâm Jalâludin ash-Suyûthî).