Kamis, 02 Februari 2012

Asbâbun Nuzûl Surat an-Nisâ’ (4), Ayat: 119


Asbâbun Nuzûl Surat an-Nisâ’ (4), Ayat: 119

...............وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ ............. (١١٩)
119. ……………..dan akan aku (Setan) suruh mereka merubah ciptaan Allah[1], lalu benar-benar mereka merubahnya……………..



Ibnu Jarîr meriwayatkan dalam Jâmi’ al-Bayân fî at-Ta’wîl al-Qurânnya (9/215)[2]:
“Muhammad bin Basysyar[3] telah bercerita kepada kami (Ibnu Jarîr), katanya (Muhammad bin Basysyar): “Telah bercerita kepada kami (Muhammad bin Basysyar) ‘Abdurrahmân, katanya (‘Abdurrahmân): “Hammad bin Salamah telah bercerita kepada kami (‘Abdurrahmân) dari ‘Ammar bin Abî ‘Ammar dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs[4]: “Bahwa dia tidak suka pengebirian, katanya (‘Abdullâh bin ‘Abbâs): “Tentang inilah[5] turun Ayat (Surat an-Nisâ’, Ayat: 119):
...............وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ ............. (١١٩)
119. ……………..dan akan aku (Setan) suruh mereka merubah ciptaan Allah, lalu benar-benar mereka merubahnya……………”.

KETERANGAN dan PENJELASAN (dari para Muhadditsîn):
Kata Ibnu Jarîr yang di-nuqil (dikutip) oleh asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î dalam ash-Shahîh al-Musnad min Asbâb an-Nuzûlnya (Surat an-Nisâ’, Ayat: 119): “Hadis riwayat Ibnu Jarîr di atas berkualitas shahîh menurut persyaratan shahîh Muslim”.
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î juga mengeluarkan sebagaimana Hadis di atas dalam ash-Shahîh al-Musnad min Asbâb an-Nuzûlnya (Surat an-Nisâ’, Ayat: 119), dengan menisbahkan kepada Ibnu Jarîr dalam Jâmi’ al-Bayân fî at-Ta’wîl al-Qurânnya (9/215).


PENJELASAN (hadis di atas):
Atsar[6] ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas digolongkan Mawqûf li hukmi Marfu’, maksudnya: hadis Mawqûf[7] yang dihukumi Marfu’[8]. Karena para Muhadditsîn[9] telah bersepakat bahwa: “Ada beberapa macam Mawqûf yang dihukumi Marfu’, dan salah satunya yaitu: penafsiran para Sahabat yang berkaitan dengan sebab turunnya (asbâb an-nuzûl) suatu ayat”.
Sebagaimana penjelasan para Muhadditsîn tersebut, maka Atsar ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas tergolong hadis Mawqûf yang dihukumi Marfu’ oleh para Muhadditsîn, sehingga (hadis ‘Abdullâh bin ‘Abbâs di atas) dapat dijadikan sebagai hujjah (pedoman/landasan) dalam hukum Syara’ (Islam).





BIBLIOGRAFI

Ash-Shahîh al-Musnad min Asbâb an-Nuzûl (asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î).
Jâmi’ al-Bayân fî at-Ta’wîl al-Qurân (Ibnu Jarîr/Abû Ja’far ath-Thabarî Muhammad bin Jarîr
bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmalî).







 




[1] Maksud kalimat “Merubah Ciptaan Allah” dalam Ayat ini yaitu: Mengebiri.

[2] Hadis di atas bersumber dari Tahqîq Ahmad Syakir (9/215).

[3] Nama lengkapnya yaitu: Muhammad bin Basysyar bin al-Farâfashah. Ia (Muhammad bin Basysyar) merupakan seorang Tâbi’ Tâbi’în junior. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-‘Abidî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû ‘Abdullâh. Tempat tinggalnya di Kûfah. Ia (Hajjâj bin Muhammad) wafat di Kûfah pada tahun 203 Hijriyah.

[4] Nama lengkapnya yaitu: ‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim. Ia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim) merupakan seorang Sahabat dan juga seorang pakar Tafsîr, serta ia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim) telah meriwayatkan 1.660 Hadîts. Nasab (keturunan) nya yaitu: al-Qurasyî al-Hâsyimî. Kuniyah (nama akrab) nya yaitu: Abû al-‘Abbâs. Tempat tinggalnya di Marwa ar-Rawadz. Ia (‘Abdullâh bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthallib bin Hâsyim) wafat di Thâ-if pada tahun 68 Hijriyah.

[5] Tentang “Ini-lah” maksudnya: Tentang pengebirian-lah.

[6] Atsar adalah: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat dan Tâbi’în, baik berupa perkataan dan perbuatan.

[7] Hadis Mawqûf yaitu: Sesuatu yang disandarkan kepada Sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan dan persetujuan; baik bersambung sanadnya ataupun terputus sanadnya.

[8] Marfu’ maksudnya: Terangkatnya derajat hadis hingga ke Nabi SAW.

[9] Muhadditsîn yaitu: Orang yang hafal matan-matan hadis, mengetahui gharîb serta faqîh, hafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dapat membedakan atara yang shahîh dengan yang dha’îf, seorang penghimpun buku, penulis, pendengar, pencari sanad-sanad hadis, dan mengetahui sanad yang terpendek dari padanya. Contoh para Muhadditsîn: Imâm Mâlik, Imâm Syâfi’î, Imâm Ahmad bin Hanbal, Imâm Bukhârî, Imâm Muslim, at-Tirmidzî, Abû Dâwûd, an-Nasâ-î, Ibnu Mâjah, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibbân, dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar